(Bantahan terhadap Ust. Muhammad Ramli Idurs yang menuduh beliau mendukung Istighatsah )
Ust. M.Ramli Idrus berkata:
“Kaum Wahabi mengkafirkan orang yang beristighatsah. Apabila mereka konsisten dengan pandangan tersebut, harusnya mereka juga mengkafirkan Ibnu Taimiyah yang menganjurkan istighatsah, mengkafirkan Ibnu Umar, ulama salaf, Imam al-Bukhari dan ahli hadits yang beristighatsah atau menganjurkannya.”
Ada beberapa hal yang harus diluruskan dari Ust. M. Ramli dan sekutunya dengan perkataannya di atas, di antaranya adalah:
1. “kaum Wahabi Mengkafirkan orang yang beristighatsah”
Wahabi adalah laqab untuk memojokkan siapa saja yang berdakwah dengan tauhid dan sunnah seperti halnya dakwah yang di emban oleh para Rasul, dan sebagai laqab atas siapa saja yang menerima kebenaran dakwah yang telah diperjuangkan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab, maka jelas ini adalah pelanggaran Syariat, sebab Allah telah melarang antara sesama muslim saling memberikan Laqab dalam rangka saling memojokkan, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلا تَنَابَزُوا بِالأَلْقَابِ (سورة الحجرات 11 )
“dan janganlah kalian saling memanggil dengan gelar yang buruk” [QS. Al Hujuraat : 11]
Ingatlah, tahukah anda bahwa Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab Rahimahullah tidaklah berdakwah dengan membawa ajaran baru yang beliau dapatkan dari kantongnya sendiri, bahkan dakwah tauhid dan dakwah agar kembali kepada Sunnah semata adalah dakwah semua para Ulama terdahulu, namun hal ini tidak akan pernah dapat di pahami oleh siapa saja yang hatinya selalu penuh benci. Sebuah sastra arab berbunyi:
قال عبد اللّه بن معاوية :
وعين الرِّضا عن كلِّ عيبٍ كليلةٌ * ولكنَّ عينَ السُّخط تُبْدي المساويا
Abdullah Bin Mu’awiyah berkata:
Dan pandangan kerelaan dari segala aib menjadi buta
Namun pandangan kebencian selalu akan memperlihatkan keburukan.
Dan Jika seandainya Laqab Wahabi tersebut adalah untuk siapa saja yang berpegang kepada tauhid dan Sunnah maka tidaklah mengapa, seperti halnya imam Syafi’i Rahimahullah yang rela di sebut (Syiah) Rofidhah apabila yang dimaksud dengannya adalah mencintai Ahlul Bait – yang merupakan bagian dari pondasi keyakinan Ahlussunnah Wal Jamaah – , beliau berkata:
إن كان رفضا حب آل محمد * فليشهد الثقلان أني رافضي
Jikalah Rafidhoh adalah mencintai Aalu Muhammad
Maka hendaklah kedua bangsa (Jin dan manusia) menyaksikan bahwa sebenarnya aku adalah Rafidhah
Namun Alhamdulillah, ternyata Sayyid Muhammad Bin Alwiy Almalikiy memilih lebih baik memberikan sanjungan kepada Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab dari pada menuduh beliau sebagai tukang mengkafirkan, seperti yang akan dijelaskan sebentar lagi, tidak seperti sikap yang ditunjukkan oleh ust. M.Ramli.
Ahlussunnah tidak mengkafirkan siapapun kecuali mereka telah dengan jelas kafir, seperti kafirnya orang yang mengingkari Wajibnya Shalat, seperti kafirannya orang hindu, budha, yahudi, dan nasrani, mereka adalah golongan-golongan kafir yang wajib kita katakan kafir, kecuali mungkin Ust. M. Ramli ini memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini, Wallahu A’lam.
Adapun orang yang beristighatsah tidaklah dengan serta merta lantas akan menjadi kafir seperti yang dituduhkan oleh Ustadz ini, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdil wahhab sendiri dengan jelas telah membantah tuduhan-tuduhan mengkafirkan yang selalu di kaitkan kepada diri beliau, seperti hal ini juga ditetapkan dan diakui oleh Sayyid Muhammad Alwiy Almalikiy dalam kitabnya Mafahim yajibu An Tushahhah, beliau berkata:
موقف الشيخ محمد بن عبد الوهاب
وقد وقف الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله في هذا الميدان موقفاً عظيماً ، قد يستنكره كثير ممن يدعي أنه منسوب إليه ومحسوب عليه ، ثم يكيل الحكم بالتكفير جزافاً لكل من خالف طريقته ونبذ فكرته ، وها هو الشيخ محمد ابن عبد الوهاب ينكر كل ما ينسب إليه من هذه التفاهات والسفاهات والافتراءات فيقول ضمن عقيدته في رسالته الموجهة لأهل القصيم قال :
ثم لا يخفى عليكم أنه بلغني أن رسالة سليمان بن سحيم قد وصلت إليكم وأنه قبلها وصدقها بعض المنتمين للعلم في جهتكم ، والله يعلم أن الرجل افترى عليَّ أموراً لم أقلها ولم يأت أكثرها على بالي .
فمنها : قوله : إني مبطل كتب المذاهب الأربعة ، وإني أقول : إن الناس من ستمائة سنة ليسوا على شيء ، وإني أدعي الاجتهاد ، وإني خارج عن التقليد ، وإني أقول : إن اختلاف العلماء نقمة ، وإني أكفر من توسل بالصالحين ، وإني أكفر البوصيري لقوله : يا أكرم الخلق ، وإني أقول : لو أقدر على هدم قبة رسول الله – صلى الله عليه وسلم – لهدمتها ، ولو أقدر على الكعبة لأخذت ميزابها وجعلت لها ميزاباً من خشب ، وإني أحرم زيارة قبر النبي – صلى الله عليه وسلم – ، وإني أنكر زيارة قبر الوالدين وغيرهما ، وإني أكفر من حلف بغير الله ، وإني أكفر ابن الفارض وابن عربي ، وإني أحرق دلائل الخيرات وروض الرياحين ، وأسميه روض الشياطين .
جوابي عن هذه المسائل : أن أقول : { سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ } ، وقبله من بهت محمداً صلى الله عليه وسلم أنه يسب عيسى بن مريم ، ويسب الصالحين ، فتشابهت قلوبهم بافتراء الكذب ، وقول زور . قال تعالى : { إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللّهِ } الآية ، بهتوه صلى الله عليه وسلم بأنه يقول : إن الملائكة وعيسى وعزيراً في النار ، فأنزل الله في ذلك : { إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُم مِّنَّا الْحُسْنَى أُوْلَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ } .
أنظر الرسالة الأولى من الرسائل الشخصية ضمن مجموعة مؤلفات الشيخ الإمام محمد بن عبد الوهاب المنشورة باهتمام جامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية .
Artinya:
Sikap Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab
Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab Rahimahullah dalam lingkup ini (yaitu masalah pengkafiran seorang muslim) telah mengambil sikap yang begitu agung, sehingga banyak dari kalangan orang-orang yang mengaku bahwa dirinya bernisbat dan terhitung kepada dirinya mengingkari sikap tersebut dan kemudian menentukan hukum pengkafiran tanpa pertimbangan atas orang yang menyelisihi jalan dan pola pikirannya.
Dan inilah beliau Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab telah mengingkari setiap perkara yang pernah dikaitkan kepada dirinya dari perkara-perkara yang hina, bodoh, dan mengada-ada, beliau berkata tentang akidah beliau sendiri yang terkandung di dalam sepucuk surat yang tertuju kepada penduduk Qashim:
“Kemudian tidaklah samar atas kalian, seperti kabar yang telah sampai kepadaku, sesungguhnya surat Sulaiman Bin Suhaim telah sampai kepada kalian, dan bahwa sebagian orang yang condong kepada ilmu yang berada di pihak kalian telah membenarkan keberadaan surat itu, dan Allah mengetahui sesungguhnya orang ini (Sulaiman Bin Suhaim) telah mengada-adakan dusta atas diriku pada beberapa perkara yang tidak pernah aku ucapkan, dan kebanyakan dari perkara-perkara tersebut tidak pernah datang dalam pikiranku.
Maka di antara kedustaan itu adalah perkataannya: “Bahwa aku membatalkan kitab-kitab madzhab yang empat, bahwa aku pernah berkata: sesungguhnya manusia semenjak dari Enam Ratus tahun lalu mereka tidak berada di atas apa-apa (kebenaran), dan bahwa aku mengklaim Ijtihad, dan bahwa aku keluar dari koridor Taqlid, dan bahwa aku pernah berkata: bahwa sebenarnya perbedaan pendapat ulama adalah azab, dan bahwa aku mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang Shalih,
Dan bahwa sesungguhnya aku mengkafirkan Al-Bushairi karena perkataannya: “Wahai makhluk yang paling mulia”, dan bahwa sesungguhnya aku pernah mengatakan: “seandainya saja aku mampu menghancurkan kubah (Rumah) Rasulullah – Shallallahu ‘Alaihi Wasallam- niscaya aku telah menghancurkannya, dan bahwa seandainya aku mampu berkuasa atas ka’bah, maka aku akan mengambil pintunya dan aku akan membuatkannya pintu dari kayu,
Dan bahwa aku mengharamkan berziarah ke kuburan Nabi – Shallallahu ‘Alaihi wasallam, dan bahwa aku mengingkari ziarah ke kuburan kedua orang tua dan ke yang lainnya, dan bahwa aku mengkafirkan siapa saja yang bersumpah selain dengan Allah, dan bahwa aku mengkafirkan Ibnu Faridh dan Ibnu ‘Arabiy, dan bahwa aku membakar kitab Dala’ilul Khairat dan kitab Raudhur Rayyahin lalu aku menamakannya Raudhusy Syayathin.
Dan sebagai jawabanku atas masalah-masalah ini, aku katakan: “Mahasuci engkau (Allah), ini adalah kedustaan yang besar”, dan dari sebelumnya ada orang yang mendustakan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau telah mencaci nabi Isa Bin Maryam, dan telah mencaci orang-orang Shalih, maka serupalah hati mereka (yakni orang yang berdusta atas Nabi dan atas Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab) dalam mengada-adakan kedustaan dan ucapan palsu. Allah berfirman: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang mengada-adakan kedustaanlah yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah”, mereka menuduh Rasulullah dengan sesuatu yang tidak pernah beliau ucapkan, bahwa beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “sesungguhnya para malaikat, Isa dan Uzair berada di dalam neraka”, maka Allah pun menurunkan ayat ini: “Sesungguhnya orang-orang yang telah lebih dulu kebaikan mereka ada dari kami, mereka adalah orang-orang yang jauh dari neraka”.
Lihat Surat pertama dari beberapa surat pribadi yang terdapat di dalam kumpulan karya-karya tulis Syaikh Imam Muhammad Bin Abdil Wahhab yang telah beredar dengan pantauan Universitas Islam Imam Muhammad Bin Su’ud.
Allahu Akbar, atas dukungan Sayyid Alwiy Almalikiy kepada Syaikh Muhammad Bin Abdil wahhab yang berlepas diri dari mengkafirkan kaum muslimin, maka kiranya tidak berlebih jika katakana bahwa beliau juga ternyata Wahabi.
Adalah Sayyid Muhammad Alwiy Almaliki yang menjadi Imam besar ASWAJA NU di zaman ini, beliau menepis tuduhan atas Syaikh Muhammad Bin Abdil wahhab bahwa beliau tukang mengkafirkan, maka rasanya tuduhan ust. M. Ramli atas bahwa Wahabi mengkafirkan semata adalah spam yang harus di delete oleh dia sendiri dan semoga Allah memberinya petunjuk.
2. Perkataan ust.M.Ramli :
“Apabila mereka konsisten dengan pandangan tersebut, harusnya mereka juga mengkafirkan Ibnu Taimiyah yang menganjurkan istighatsah, mengkafirkan Ibnu Umar, ulama salaf, Imam al-Bukhari dan ahli hadits yang beristighatsah atau menganjurkannya.”
Dalam paragraf ini ust.M.Ramli ingin melazimkan dan memojokkan ahlussunnah wal jama’ah agar mengkafirkan Ibnu Umar, Ulama Salaf, Imam al-Bukhari dan ahli hadits yang beristighatsah atau menganjurkannya karena menurutnya wahabi telah mengkafirkan orang yang beristighatsah.
Abdullaah bin Umar sama sekali tidak pernah melakukan Istighatsah, apalagi menganjurkannya, seperti yang telah dijelaskan pada tulisan yang sebelumnya.
Ulama Salaf manakah yang di maksud oleh ustadz M.Ramli ?
Apakah Habib Abdullah Bin Alawiy Alhaddad yang menulis di anjurkannya istighatsah dalam kitabnya “Saiful batir Li ‘Unuqil Munkir ‘Alal Akabir” ? ataukah Sayyid Ahmad bin Zainiy Dahlan ? ataukah mungkin Syaikh Hasan As-saqqaf Al-Urduniy?
Kita berharap ust. M.Ramli bersedia mendatangkan siapa saja Ulama salaf yang ia maksudkan telah menganjurkan istighatsah, jika tidak maka ia telah membuat opini yang sangat buruk terhadap masyarakat atas nama Ulama salaf.
Imam Bukhari manakah yang di maksud olehnya? dan Ulama hadits lain manakah yang ia maksudkan?
Habib Abdullah Bin Alawiy Alhaddad dalam kitabnya “Saiful batir Li ‘Unuqil Munkir ‘Alal Akabir” yang beliau tulis pada tahun 1851 M. menyebutkan beberapa nama tokoh yang di anggapnya membolehkan istighatsah, berikut tulisannya:
Syaikhul Islam Zakariya berkata, demikian juga Zainuddin Al-Iraqi Al-Syafi’i dan Imam Ibnu Rusyd Al-Malikiy sebagaimana telah lebih dulu (dipaparkan) di sini pada awal kitab, bahwa jika kamu memanggil makhluk baik yang hidup ataupun yang mati, (maka panggilan itu) dinamakan Nidaa’, dan jika kamu memanggil Rabbmu, (maka panggilan itu) dinamakan do’a, maka jelaslah perbedaan antara ucapan “wahai Allah” dengan “wahai Wali Allah” atau “wahai fulan” dari beberapa makhluk. Dan dengan yang demikian itu para ulama telah menjelaskannya, dan telah datang dari Sunnah dengan lafal “Wahai para hamba Allah tolonglah aku”.
Adakah nama imam Bukhari disebut dalam nukilan di atas? Habib Alhaddad saja yang menjadi panutan di zamannya dan sampai hari ini oleh sebagian orang –Hadahullah-, tidak menyebutkan walau satu Huruf saja dari nama Imam Bukhari, lalu apakah hal yang mendorong ustadz ini berani menyebut-nyebut nama Imam Bukhari dalam perkara yang begitu fatal akibatnya ini?
Para Imam yang disebutkan oleh Habib Alhaddad di atas hanya memaparkan makna perbedaan antara Nida’ (panggilan) kepada Allah dan Nida’ kepada sesama makhluk, yang pertama disebut do’a sedangkan yang kedua bukan, itu saja. Mereka tidak mengatakan beristighatsahlah kepada makhluk sebagai mana bisa di lihat pada nukilan di atas.
Kalaupun seandainya benar para ulama yang tersebut namanya di atas menghendaki bolehnya istighatsah kepada makhluk dengan memaparkan perincian makna Nida’, lalu Apakah hal ini sah menjadi dalil atas boleh dan dianjurkannya istighatsah kepada makhluk? Tentu tidak, Sebab yang menjadi titik berat permasalahan di sini sebenarnya bukanlah tentang Nidaa’ (Wahai) dan penamaannya, namun tentang kalimat permohonan “Aghitsuunii” (tolonglah aku), yang sangat jelas telah mengarah kepada Istighatsah kepada makhluk, dan jika ini dianggap bukan suatu kesyirikan dalam Uluhiyyah, lalu yang manakah kesyirikan dalam Uluhiyyah? sebut saja kata “Aghitsuunii” bukanlah do’a, namun hal itu tidak akan mengubah hakikatnya, sedangkan yang dinilai adalah hakikat bukan penamaan sesuatu.
Maka dari itu sekali lagi Kita berharap ust. M.Ramli agar bersedia mendatangkan siapa saja Ulama salaf yang ia maksudkan menganjurkan istighatsah, jika tidak maka ia telah membuat opini yang sangat buruk terhadap masyarakat atas nama Imam Bukhari dan ulama hadits lainnya.
Demikian, semoga Allah menunjukkan kita semua hidayah Iman sampai ajal menjemput.
Bekasi, 15 mei 2013
Penulis: Ust. Musmulyadi Lukman, Lc.